dunia penuh perbedaan
saat ini di dalam dunia yang tua ini manusia kembali meruncingkan panah perbedaan di antara mereka
sementara di dalam mikrokosmos saya membaca midnight children yang terus menerus dihiasi mengenai gambaran kecanggungan manusia ketika disuguhi perbedaan (islam, hindu, kaya, miskin, inggris, dan lain-lain), di dunia makro saya juga disuguhi cerita yang sama hanya dengan pelakon yang berbeda.
di amerika yang penduduknya memakai dan mengonsumsi segala sesuatu yang serba besar, orang-orang konservatif yang diberi nama kaum peminum teh mengibarkan bendera peperangan kepada segala sesuatu yang liyan. seperti stephen colbert sang komedian yang jenial itu menyebutkan, para peminum teh takut kepada orang hispanik karena mereka mengambil pekerjaan mereka (yang tidak pernah mau dikerjakan orang amerika karena terlalu hina). mereka takut pada orang-orang homoseksual yang mungkin punya agenda untuk membuat semua orang menjadi seperti mereka. mereka takut pada orang Islam yang beberapa diantaranya menghancurkan menara kembar di New York dan berkesimpulan semua orang Islam begitu. mereka takut pada pecinta lingkungan yang menghalangi mereka untuk mencintai segala sesuatu yang serba besar (porsi makanan, rumah yang terlalu besar sehingga menghamburkan energi, atau mobil yang menggunakan bensin berlebihan), mereka takut pada kemajuan teknologi dengan robot dan segala sesuatu yang terlalu rumit untuk dimengerti.
di belahan bumi yang lain, di bumi eropa yang rumah dan kendaraannya sudah serba mungil, yang kesadaran pada lingkungan telah tinggi sehingga diolok-oloki pemuja pohon, yang makanan di supermarket dilabeli Max Havelaar, sang pencetus fair trade yang mengawali idenya di bumi banten milik Indonesia, muncul hantu liyan yang lain dalam bentuk agama Islam dan para pemeluknya. para pemeluk Islam yang datang dan menyerbu eropa barat yang makmur dari maroko dan turki memunculkan kekhawatiran akan arabisasi dan secara umum, beban negara yang berlebihan. maka bermunculanlah manusia-manusia sejenis Le Pen di Perancis dan Wilders di Belanda. orang-orang yang kemajuan karirnya didasari atas politik perbedaan. Burqa dilarang, Al Quran dianggap kitab tidak suci yang mengajarkan kekerasan, dan genderang perbedaan itu ditabuh.
ketika pada saat yang sama, di negeri yang konon kabarnya toleran karena menjadi rumah dari ribuan suku bangsa dan ribuan bahasa dan budaya, di Indonesia yang berkutat dengan masalah kesejahteraan dan ketololan penguasanya, Al Quran juga dibakar karena diduga milik sempalan agama yang dikabari sesat. Mesjid dibakar. Gereja-gereja dilarang untuk hadir dengan nyanyiannya, sementara korupsi terus merajalela di negeri yang setiap tahun mengirimkan kontingen haji paling besar ke Mekkah. dan genderang perbedaanpun ditabuh di negeri ini. negeri saya.
sementara di dalam mikrokosmos saya membaca midnight children yang terus menerus dihiasi mengenai gambaran kecanggungan manusia ketika disuguhi perbedaan (islam, hindu, kaya, miskin, inggris, dan lain-lain), di dunia makro saya juga disuguhi cerita yang sama hanya dengan pelakon yang berbeda.
di amerika yang penduduknya memakai dan mengonsumsi segala sesuatu yang serba besar, orang-orang konservatif yang diberi nama kaum peminum teh mengibarkan bendera peperangan kepada segala sesuatu yang liyan. seperti stephen colbert sang komedian yang jenial itu menyebutkan, para peminum teh takut kepada orang hispanik karena mereka mengambil pekerjaan mereka (yang tidak pernah mau dikerjakan orang amerika karena terlalu hina). mereka takut pada orang-orang homoseksual yang mungkin punya agenda untuk membuat semua orang menjadi seperti mereka. mereka takut pada orang Islam yang beberapa diantaranya menghancurkan menara kembar di New York dan berkesimpulan semua orang Islam begitu. mereka takut pada pecinta lingkungan yang menghalangi mereka untuk mencintai segala sesuatu yang serba besar (porsi makanan, rumah yang terlalu besar sehingga menghamburkan energi, atau mobil yang menggunakan bensin berlebihan), mereka takut pada kemajuan teknologi dengan robot dan segala sesuatu yang terlalu rumit untuk dimengerti.
di belahan bumi yang lain, di bumi eropa yang rumah dan kendaraannya sudah serba mungil, yang kesadaran pada lingkungan telah tinggi sehingga diolok-oloki pemuja pohon, yang makanan di supermarket dilabeli Max Havelaar, sang pencetus fair trade yang mengawali idenya di bumi banten milik Indonesia, muncul hantu liyan yang lain dalam bentuk agama Islam dan para pemeluknya. para pemeluk Islam yang datang dan menyerbu eropa barat yang makmur dari maroko dan turki memunculkan kekhawatiran akan arabisasi dan secara umum, beban negara yang berlebihan. maka bermunculanlah manusia-manusia sejenis Le Pen di Perancis dan Wilders di Belanda. orang-orang yang kemajuan karirnya didasari atas politik perbedaan. Burqa dilarang, Al Quran dianggap kitab tidak suci yang mengajarkan kekerasan, dan genderang perbedaan itu ditabuh.
ketika pada saat yang sama, di negeri yang konon kabarnya toleran karena menjadi rumah dari ribuan suku bangsa dan ribuan bahasa dan budaya, di Indonesia yang berkutat dengan masalah kesejahteraan dan ketololan penguasanya, Al Quran juga dibakar karena diduga milik sempalan agama yang dikabari sesat. Mesjid dibakar. Gereja-gereja dilarang untuk hadir dengan nyanyiannya, sementara korupsi terus merajalela di negeri yang setiap tahun mengirimkan kontingen haji paling besar ke Mekkah. dan genderang perbedaanpun ditabuh di negeri ini. negeri saya.
Comments
Post a Comment