home




dulu pernah baca (lupa dimana), katanya, rumah seseorang itu selalu ditakdirkan dekat dengan bentang alam yang spesifik. sejenis fengshui gitulah. ada yang selalu punya rumah dekat sungai, dekat tebing, dekat lembah dll. saya, setelah saya pikir-pikir, bertetangga dengan sungai. dulu, rumah ibu saya cuma 200 m saja dari sungai (yang sekarang sudah kering). kemudian rumah saya sendiri di cimahi juga dekat dengan sungai (yang saya ga tau mengalir kemana lagi dari daerah rumah saya). rumah kontrakan saya dulu di bali, ternyata dekat sungai. di surabaya dekat kali tenggilis, di jakarta di depan kali malang. sekarang, di gronie juga dekat sungai.


dan jalan kereta api. sama sekolahan. rumah saya di cimahi juga bersebelahan dengan sekolah. cuma dulu bianglala tidak mau sekolah disitu.

rumah. dekat bentang alam yang seperti apa sebenarnya tidaklah terlalu penting. tidak juga benda-benda yang mengisinya. kata seorang bijak, home is where the heart is. and your heart always with your loves one. jadi, kalau terobsesi untuk mengisi rumah dengan desain interior yang plek ala ikea bisa jadi bentuk stres ala urban seperti tokoh yang diperankan edward norton di fight club (saya lupa namanya, atau dia ga punya nama? karena saya ingat taylor durden, alter ego-nya yang diperankan oleh brad pitt. tapi oh, bukunya jauh-jauh lebih brilian dari filmnya. chuck palahniuk memang gila). rumah yang penting diisi oleh tawa, senyuman, dan bolehlah bunga yang sedap dipandang mata, lukisan, dan cushion ikea yang murah-meriah (haha).

Comments

Popular Posts