Reunion

“Sometimes when I look at you, I feel I'm gazing at a distant star. 
It's dazzling, but the light is from tens of thousands of years ago.
Maybe the star doesn't even exist any more. Yet sometimes that light seems more real to me than anything.” 

― Haruki MurakamiSouth of the Border, West of the Sun

Beberapa hari yang lalu saya diinvite ke grup WA SD. Sebuah SD Katolik di kota kecil di pedalaman Sumatera. Menyenangkan untuk sejenak kembali ke masa lalu, down the memory lane, dan tampaknya eforia itu tidak hanya dirasakan oleh saya, tapi banyak orang di grup tersebut. Dalam semalam, jumlah chat bisa 1000-an.

Dalam kegembiraan yang meluap-luap itu, saya jadi berpikir. Ketika sahabat saya waktu SD dan saya - we're practically a siamese twin back then - mengurut kembali langkah kami dulu, kita berdua tertawa, dan sahabat saya itu kemudian - setengah mengeluh - berkata bahwa dia ingin kembali ke masa lalu.

How merry, how beautiful. Kehidupan di mana semuanya mudah, segala sesuatunya adalah bermain. Setelah SD, sahabat saya dan saya berpisah jalan karena kemudian dia melanjutkan SMP-nya di kota Padang Panjang. I was brokenhearted. Dia masuk ke pesantren dengan asrama ketat. Satu dua kali saya mengirimkan surat, tapi ketika saya tahu bahwa surat saya dibaca terlebih dahulu oleh siapapun yang menerima surat tersebut untuk kemudian diteruskan pada sahabat saya, saya berhenti menulis surat.

Saya melanjutkan SMP di kota yang sama, kemudian di kelas tiga pindah ke Bandung. Hingar-bingar kota besar dan kebingungan beradaptasi saat itu membuat saya menyimpan kenangan tentang masa kecil ini jauh dalam memori. Tapi saya mengingatnya. Ingatan yang selalu membuat saya tersenyum.

Ketika membaca rentetan obrolan di grup, sayapun berpikir, seperti apa saya yang ada dalam ingatan mereka? Saya berubah. Mereka berubah. Apakah kami masih bisa berbicara akrab seperti itu jika kami bertemu dan menemukan bahwa kami berubah. Ingatan apa yang digenggam orang lain terhadap saya, bisa jadi bukan saya di hari ini. Saya masih ingat, saya sempat bertemu dengan sahabat saya di kemudian hari, dan kami jadi seperti dua orang canggung yang tidak tahu harus berbicara apa. And we were practically a siamese twin back then.

Seperti sebatang pohon, saya dan teman-teman saya adalah cabangnya. Kadang kami bertemu, kadang berjauhan. Waktu mengubah manusia. Kehidupan mengubah manusia.

I am being melancholic, as always...

Life is cruel sometimes. It separated friends, love, and maybe we should just put what was lost in the realm of memory, as something that wasn't meant to be.

Life is moving forward, perhaps bitterly without our long lost ones. Moving forward, whether you like it or not. And we would remember those who used to be important like a distant star. It's dazzling, but it's far-far-far away. Perhaps, in another lifetime.


Comments

Popular Posts