Saya. Kamu. Berbeda.

This could be heaven for everyone, this world could be fed, this world could be fun. This could be heaven for everyone, this world could be free, this world can be one. -this could be heaven, Queen lyric.
Kemarin sebelum tidur saya melongok sebuah laman di Facebook. Laman tentang sebuah gerakan menyelamatkan Islam di Indonesia yang bernama Save Maryam. Laman itu berhasil membuat saya gundah gulana dan tidak bisa tidur selama berjam-jam.

Saya tidak ingin bicara soal kontroversi yang ditimbulkan gerakan ini. Sudah banyak orang yang berkomentar. Saya juga tidak ingin bicara soal pengetahuan tim Save Maryam ini yang tampaknya amat minim tentang Indonesia tapi bisa muncul dengan solusi (more television) dan kemudian meminta donasi dari umat Islam untuk solusi tersebut. Saya ingin bicara soal kebencian yang meruap tumpah dari orang-orang yang berdialektika di halaman Facebook Save Maryam tersebut.

Ketika seorang Indonesia mempertanyakan mengenai angka konversi umat Islam ke agama lain yang jumlahnya amat mencengangkan, sang pendiri (atau ketua, saya kurang tahu) gerakan Mercy Mission yang menjadi organisasi dibalik Kampanye Save Maryam ini berkomentar seperti ini:
Komentar ini, yang merupakan komentar ad hominem, langsung disambut komentar pro dan kontra. Sebagian mencoba untuk bersikap sopan. Sebagian tidak berhasil menyembunyikan kebencian. Sebagian mengatakan bahwa musik itu haram, sesuatu yang baru saya ketahui. Benarkah> Dari halaman ke halaman, kebencian itu ditumpahkan. Musik itu haram. Kristenisasi itu jelek. Kalau mau masuk surga, kita akan ditanya agama, bukan negara. Jangan sampai Indonesia menjadi negara Kristen, etc, etc. Dan di halaman-halaman ini saya melihat orang-orang Indonesia sendiri terbelah dua, yang mendukung dan menolak.

Membaca halaman demi halaman perdebatan itu sungguh melelahkan. Tampaknya orang-orang lebih suka menciptakan neraka di dunia ini untuk sepotong surga yang dijanjikan untuk mereka. Orang Islam marah dengan Kristenisasi, tapi Islamisasi ditepuktangani. Tidakkah itu sikap ingin menang sendiri. Lagipula, untuk apa umat Islam banyak-banyak jika sebagian besar dari mereka miskin, lapar dan tidak berpendidikan?

Saya selalu membayangkan Nabi Muhammad sebagai seseorang yang penuh senyum dan kasih sayang. Nabi Isa untuk saya adalah seseorang dengan kelembutan dan kesabaran. Saya tidak mengerti, jika rasul-rasul kita mengajarkan kita untuk bersikap lemah lembut, mengapa kita harus penuh kebencian? Jika agama ada di bumi ini untuk menjadi pupuk bagi kemaslahatan manusia, mengapa kita mendorong satu sama lain untuk saling memusnahkan? Can't we just get along?

Comments

  1. Pemikiran yang dewasa!
    Bangunan Gereja yang bersebelahan dengan Masjid, kebanggan toleransi antar umat beragama kita yang dulu, mulai luntur.
    Indonesia sekarang yang lebih mudah marah & benci. Semoga semua pihak bisa saling intropeksi dan menjadikan Indonesia yang Bhinneka Tunggal Ika. “Berbeda-beda tetapi tetap satu”.

    Sugiarta

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts