Izmir, Turki

Kami mendarat di Izmir ketika matahari sudah lama tenggelam. Pesawat Pegasus Airlines yang membawa kami dari Amsterdam ke Izmir via Istanbul mendarat sekitar jam 10 malam. Udara malam yang menyergap terasa hangat, angin tiada. Mendorong bagasi, kami memutuskan menggunakan taksi karena anak-anak sudah kelelahan. Supir taksi tersenyum ramah ketika saya menyodorkan alamat yang saya print di kertas A4 yang saya lipat-lipat, mengeluarkan kacamatanya, membaca kertas tersebut, membuka pintu taksinya untuk kami, kemudian dia menuju pada kumpulan supir taksi yang sedang menunggu dan berbicara dalam bahasa yang tidak saya mengerti dengan asumsi saya, dia sedang menanyakan alamat hotel tujuan kami ke koleganya. Tidak berapa lama kemudian mobil yang kami tumpangi melaju.

Perjalanan dari Bandara Adnan Menderes ke pusat kota dimana hotel yang akan kami tempati berada tidaklah lama, hanya sekitar 20-30 menit di malam hari. Izmir, kota kedua terbesar di Turki setelah Istanbul, merupakan kota di tepi pantai, akan tetapi bukit-bukit memagari kota tersebut, dan di malam hari, kerlap kerlip cantik dari rumah-rumah tersebut membuat kantuk saya hilang. 50 lira, atau sekitar 25 euro untuk taksi kami malam itu. Tidak terlalu mahal untuk ukuran Eropa, tapi mungkin masih lumayan mahal untuk ukuran Indonesia.

Mini Hotel yang saya pilih bukanlah hotel besar. Letaknya tersembunyi, supir taksi harus mengitari daerah tersebut beberapa kali sampai akhirnya menemukan hotelnya. Hanya ada belasan kamar. Akan tetapi keramahannya luar biasa. Resepsionis menyambut kami dengan senyum lebar di depan pintu, bagasi dibantu diangkatkan. Kamar yang kami tempati kecil, namun bersih dan rapi dengan gambar dan quote seorang penulis besar Turki yang tidak saya kenali namanya menghiasi kamar tersebut. Resepsionis yang sama memasak makan malam untuk kami, dan kemudian, di subuh esoknya, memasakkan makanan untuk sahur suami saya (saat itu bulan Ramadhan).

Karena kelelahan, rencana di pagi hari untuk berangkat ke Selcuk-yang merupakan tujuan utama kami ke Izmir-kami batalkan dan kami pindahkan keesokan harinya. Untungnya, perusahaan tur yang sudah saya pesan sebelumnya (nofrillsephesustour.com) fleksibel dan tanpa kena biaya tambahan, kami bisa mengubah jadwal. Acara hari itu kemudian kami ganti dengan jalan-jalan di seputar Izmir. Ternyata dekat hotel ada taman besar yang sering digunakan untuk international fair. Anak-anak langsung berlompatan gembira menemukan taman (yang juga dilengkapi dengan taman bermain). Satu hal yang akan saya temukan di tempat-tempat lain di Turki adalah kucing liar banyak disini. Bianglala yang menyukai binatang langsung sibuk mengejar-ngejar kucing-kucing itu.

Izmir dari Kadifekale

Dari Izmir International Fair kami naik taksi ke daerah paling atas di Izmir, ke kastil Kadifekale. Supir taksi berbaik hati menunggu, karena ternyata memang tidak ada transportasi umum lain di kastil ini. Di hari minggu, hanya kami yang mengunjungi sisa-sisa reruntuhan kastil ini. Pedagang jauh lebih banyak jumlahnya dari pengunjung. Tidak lama di sini, kami meneruskan perjalanan ke tempat paling terkenal di Izmir, menara jam di Izmir (Saat Kulesi) yang dibangun oleh seorang arsitek Perancis untuk kesultanan Ottoman. Di tempat ini, banyak burung-burung merpati yang berkeliaran dan seorang bapak tua menawarkan biji-biji jagung seharga satu lira untuk ditebarkan anak-anak saya untuk burung-burung itu. Orang Turki yang ramah, jauh lebih ramah lagi dengan anak-anak. Si bapak tua menepuk dirinya sendiri, menyebut namanya, 'Ahmed!' lalu menunjuk pada Azzam, menanyakan namanya.'Azzam!' saya menyahut, tersenyum. Bapak tua itu lalu mengelus-ngelus kepala Azzam yang langsung berlari. Bapak itu tidak keberatan saya ambil fotonya, tertawa ketika saya menunjukkan hasil fotonya di kamera. Dua lira saya berikan padanya untuk dua cangkir kecil biji jagung. Anak-anak saya berlarian, melemparkan biji-biji itu ke pelataran Saat Kulesi, tertawa di antara burung-burung yang riuh beterbangan.

Ahmed Penjual Biji-Bijian
Izmir Saat Kulesi (Clock Tower)
Saya melihat bendera Turki yang merah dengan bulan sabit dibawa-bawa orang dengan kebanggaan dan dada membusung siang itu. Kemudian hari, saya tahu ternyata ada serangan bom di perbatasan dengan Irak, juga perselisihan Turki dengan Syria. Dengan sejarah panjang yang mengagumkan (dan keberhasilan ekonomi pada saat ini), orang-orang Turki berdiri tegak menjadi diri mereka sendiri di hadapan kami, pengunjung negerinya.

Bendera Turki di Kadifekale
Saya yang tidak sedang berpuasa kemudian makan siang di pasar yang berada tidak jauh dari Saat Kulesi. Ramadhan tampaknya bukan hal yang menghebohkan di Izmir (dan juga kota-kota besar lain di pinggir pantai Turki). Dengan 90% lebih warganya beragama Islam (dan partai Islam di pemerintahan), saya melihat restoran-restoran tetap buka di siang hari tanpa harus menutup tempatnya dengan tirai (restoran yang saya datangi bahkan bersebelahan dengan Cami, mesjid kecil). Orang puasa tetap berpuasa, dan yang tidak berpuasa juga tidak perlu menutupi kenyataan bahwa mereka tidak puasa. Sangat rileks. Mengingatkan saya pada negeri sendiri, dimana para pedagang makanan pinggir jalan dipaksa menutup usahanya demi 'toleransi'. Kita masih harus belajar banyak.

Pelayan restoran siang itu menebak-nebak asal saya. Wajah saya yang sedikit oriental membuatnya berpikir saya dari Jepang atau Korea ( di kemudian hari saya baru tahu bahwa turis Jepang dan Korea banyak di Turki), tapi jilbab saya membuatnya bingung. Ketika saya menyebut Indonesia, dia hanya mengangguk-ngangguk sambil tersenyum. Saya tidak yakin dia tahu dimana itu Indonesia, negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia (reaksi yang sama akan saya temui di banyak tempat lain di Turki. Negara saya tidak terlalu dikenal, hiks). Ketika tahu bahwa suami saya sedang berpuasa (makanya tidak memesan makanan), dia terkejut. Dia berpikir bahwa ketika sedang bepergian, seperti yang sedang kami lakukan, diperbolehkan untuk tidak berpuasa. Kemudian dengan ramahnya menambahkan bahwa restoran mereka buka sampai malam dan kami akan disambut dengan gembira di jam buka puasa.




Beachside Promenade Izmir

Tapi kami memutuskan untuk pergi ke pantai mendekati jam buka puasa. Berjalan kaki sekitar 20 menit dari hotel, pantai Izmir tidak bisa direnangi, tapi cantik dengan promenade-nya yang hijau dan rapi. Berjejer berbagai macam restoran di pinggir pantai. Tamannya disesaki berbagai macam orang yang menghabiskan sorenya menikmati matahari di pantai seperti kami. Menjelang berbuka puasa, saya memilih salah satu restoran sea food yang direkomendasikan di Lonely Planet, Balik Pisiricisi. Restorannya tidak terlalu penuh sore itu. Saya sedikit khawatir melihat restorannya yang fancy. Di Eropa, anak-anak seringkali ditolak masuk restoran yang serius-serius macam begini (makanya kami sering berakhir di McD atau masak sendiri), tapi di Turki, tampaknya hal seperti itu tidak terbayangkan (saya melihat ada bayi di stroller sementara ibunya asyik makan, sayapun lega). Pelayan menyambut kami penuh senyum. Kepala pelayan, yang muncul beberapa saat kemudian, mengajak kami memilih ikan-ikan segar yang dipajang di etalase kaca. Saya dan suami memilih seabass, salah satu yang paling murah di situ, dan dengan baik hatinya si kepala pelayan tersebut memberikan beberapa jenis keju untuk kami coba secara gratis. Keramahannya tidak berhenti di situ. Mereka tetap tersenyum ketika anak saya yang laki-laki menumpahkan air mineral yang membasahi meja. Ketika kami selesai makan dan hendak keluar, si kepala pelayan menahan kami karena dia memberikan complimentary dessert untuk kami. Melirik kiri kanan, rupanya cuma kami yang diberi complimentary, entah karena apa (karena anak saya menumpahkan minum? hahaha). Makanan yang enak, salad yang super segar, pelayanan yang amat baik, one of the best restaurant ever!

Walaupun pemandangannya tidak istimewa, pantainya tidak bisa direnangi, dan tidak ada tempat yang benar-benar wow di Izmir, keramahan orang-orangnya lah yang membuat saya selalu mengingat tempat ini. It's the people, not only the place that can touch you.

Comments

  1. "It's the people, not only the place that can touch you." Indeed. :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular Posts